Selasa, 01 Mei 2012


Sinonggi, Makanan Daerah yang Nikmat

Sinonggi 300x224 Sinonggi, Makanan Daerah yang Nikmat
Sinonggi

Kehadiranya mulai diminati, sejumlah warung makan menjadikan Sinonggi sebagai menu utama.
Menyediakan Menu sinonggi dan makanan lainya….dengan harga murah.
Begitulah tulisan Plank papan nama yang tertera pada salah satu warung di jejeran rumah makan di jalan Sorumba, sekitaran kampus Universitas Muhammadiyah Kendari, Sulawesi Tenggara. Tempat ini memang biasanya ramai pengunjung terlebih saat jam makan siang. Puluhan pengunjung menempati bangku-bangku yang disediakan, menunggu semangkuk Sinonggi panas beserta lauk berupa ikan palu mara, sayur bening, sambal rica-rica dan potongan jeruk yang dihidangkan diatas meja.
Sejak rumah makan ini dibuka setahun lalu, Sinonggi sudah menjadi salah satu menu andalan yang disajikan. Setiap harinya sekitar 4 karung aci sagu dihabiskan untuk diolah menjadi menu Sinonggi. Agar pelanggan tak bosan, menu campuran Sinonggi dibuat bervariatif. “Ada kuah daging ayam dan sapi yang kami sediakan” tutur Ratih, Manager rumah makan.
Satu porsi paket Sinonggi ditempat ini berharga Rp.20.000 sampai Rp.35.000 tergantung pada pilihan menu lauk, ikan, daging ayam, daging sapi. Selain Sinonggi warung makan ini juga menyediakan menu masakan rumahan. Rumah makan ini buka dari pukul 8 pagi sampai jam 10 malam.
Sinonggi dikenal sebagai salah satu makanan khas yang populer di Kota Kendari terbuat dari bahan dasar aci alias saripati pohon Sagu (Metroxylon sp). Untuk pembuatanya hanya dibutuhkan tepung sagu basah yang disiram dengan air panas yang di didihkan dan diaduk pada wadah mangkuk atau loyang dan hanya dalam hitungan menit tepung sagu putih berubah kenyal dan bening, jadilah Sinonggi. Sepintas melihat Sinonggi tak ubahnya seperti lem, bening dan lengket, rasanya pun tawar, sehingga dibutuhkan campuran lain untuk menambah kelezatanya. Lauk yang gurih seperti ikan palu mara, sayur bening dan campuran lauk lainya disantap bersama. Untuk lebih menarik minat, campuran lauk Sinonggi pun di buat bervariatif yang disesuaikan dengan selera. Agar rasanya lebih menggugah, umumnya orang menyantapnya saat masih hangat.
Saat ini Sinonggi dikonsumsi hampir seluruh masyarakat Kota Kendari. Awalnya Sinonggi hanya di konsumsi oleh masyarakat suku Tolaki yang mendiami daratan dan pegunungan daerah Sulawesi Tenggara (Sultra). Berdasarkan penuturan Drs. Muslimin Su’ud S.H, salah satu tokoh masyarakat Tolaki yang juga ketua dewan pakar Lembaga Adat Tolaki (LAT) Sultra, sebelum mengenal Sagu orang-orang Tolaki mengkonsumsi beras dari padi ladang dan Uwi koro sejenis tanaman Ubi liar yang tumbuh di hutan sebagai bahan pangan mereka.
Barulah sekitar abad ke 7 masehi, orang Tolaki yang tinggal di sekitaran sungai Sourere-Napooha, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka yang kembali dari perantauan di Pulau Maluku membawa tanaman Sagu yang selanjutnya dikembangkan oleh warga sebagai bahan makanan tambahan. Seiring perjalanan waktu, perkembangan Sinonggi semakin luas dikonsumsi masyarakat lokal. Ini terjadi karena adanya proses asimilasi dan akulturasi masyarakat Tolaki dengan warga pendatang.
Tanaman Sagu dapat ditemukan hampir diseluruh daratan wilayah Sulawesi Tenggara terutama pada daerah rawa dan sungai. Terdapat empat jenis tanaman Sagu yang tumbuh di Sultra dengan nama local Tawaro rui (Metroxylon saguss, rottb), Tawaro runggamanu (Metroxylon rumpi, mart) Tawaro roe dan Boruwilla. Dan jenis Sagu roe-lah yang lebih disukai dan banyak diolah oleh warga setempat karena rasanya manis dan memiliki warna tepung yang putih.
Analisis peneliti dari Jepang beberapa waktu lalu yang datang melakukan riset tanaman Sagu di Sultra seperti yang di ungkapkan Muslimin Su’ud, keunggulan tanaman Sagu di banding tanaman penghasil karbohidrat lainya yakni, pohon sagu dapat tumbuh di daerah rawa dimana tanaman lain tidak dapat berkembang dengan baik, panen sagu juga tidak mengenal musim, pohon sagu mengeluarkan tunas baru tanpa harus ditanam kembali sehingga panen dapat berkelanjutan dan pohon sagu tidak rentan pada hama dan parasit.
Selain Sinonggi, menu lain yang bisa diolah dan dikembangkan dari aci sagu adalah produk makanan jajanan dan snack, seperti bagea, dangi, sako-sako, dan kue kering lainya. Produk-produk jajanan ini pun bahkan menjadi oleh-oleh khas yang biasanya dicari pegunjung yang datang ke kota Kendari.
Meski geliat kuliner yang terbuat dari bahan dasar Sagu di daerah ini mulai diminati masyarakat, sayangnya tanaman Sagu (Metroxylon sp) mulai sulit ditemukan. Data Badan Pusat Statistik (BPS 2007), areal tanaman Sagu yang ada berkisar 5.607 hektar. Kawasan tanaman Sagu mengalami penurunan, dikarenakan tekanan pembangunan, areal tanaman Sagu dikonversi menjadi lokasi pemukiman, areal persawahan, areal perkebunan sawit dan yang terbesar adalah lokasi pertambangan.
Semakin berkurangnya areal tanaman Sagu di daerah ini, disinyalir karena belum adanya komitmen kuat dari semua pihak terutama Pemerintah Daerah, sehingga perlu strategi dalam upaya pengembangan potensi tanaman Sagu di Sultra, ini seperti yang diungkapkan kembali oleh dewan pakar lembaga Adat Tolaki (LAT) Sultra, Muslimin Su’ud. Ya, kekhawatiran Muslimin Su’ud bukan tanpa alasan, kalau luasan tanaman Sagu berkurang bukan tak mungkin, keragaman kuliner Sultra berupa Sinonggi dan kuliner lain berbahan Sagu akan langka seiring berkurangnya areal tanaman Sagu. [***]

http://www.smkn1-rotabayat.sch.id/
http://djogjanesia.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar